Pages

Selasa, 25 Februari 2014

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN KTI "PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 20 MALANG"


 BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

            Dalam bab analisis dan pembahasan ini penulis memaparkan tentang (1) pengertian lingkungan keluarga, (2) macam-macam metode pengasuhan orang tua, (3) ciri-ciri siswa yang mempunyai masalah dalam lingkungan keluarga, (4) pentingnya lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa, (5) dampak yang ditimbulkan lingkungan keluarga  terhadap prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang, (6) cara mengatasi pengaruh lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang, (7) peranan lingkungan keluarga untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang, (8) analisis hasil angket “Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 20 Malang”

2.1  Pengertian Lingkungan Keluarga  
Lingkungan keluarga berasal dari dua kata, yaitu lingkungan dan keluarga.
1)        Pengertian Lingkungan
Manusia tumbuh dan berkembang didalam lingkungan. Lingkungan tidak dapat dipisahkan dari manusia. Lingkungan selalu mengitari manusia dari waktu ke waktu, dari dilahirkan sampai meninggalnya, sehingga antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan.
Lingkungan pada dasarnya dapat diartikan sebagai segala hal yang mempengaruhi hidup manusia. Menurut Sartain yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (2003:28), “ Lingkungan merupakan semua kondisi dalam dunia ini, dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan atau life proses kecuali gen - gen”. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (2003: 84), “Lingkungan (milleu) adalah sesuatu diluar orang-orang pergaulan dan yang mempengaruhi perkembangan anak seperti iklim, alam sekitar, situasi ekonomi, perumahan, makanan, pakaian, orang-orang tetangga dan lain- lain”.
Dari beberapa pendapat diatas tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang disekelilingi manusia yang dapat mempengaruhi tingkah laku secara langsung maupun tidak langsung. Kehidupan manusia selalu berhubungan dengan lingkungan yang didalamnya diperlukan suatu interaksi dengan sesama manusia, baik secara individual maupun kelompok, sebab bagaimanapun manusia tumbuh dan berkembang terutama dilingkungannya.
2)        Pengertian Keluarga
Dalam kehidupan masyarakat pasti dijumpai yang namanya keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang terdiri dari sua mi, istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga tersebut lazimnya disebut rumah tangga yang merupakan unit terkecil masyarakat sebagi wadah dan proses perkembangan anak dalam mengarungi kehidupan.
Pengertian keluarga menurut Singgih D. Gunarso (2000: 9) adalah “Keluarga adalah sekelompok orang yang terikat oleh perkawinan atau darah, biasanya meliputi ayah, ibu dan anak”. Lingkungan yang mempunyai peranan penting dalam mendidik anak adalah peranan dari lingkungan keluarga. Keluarga yang bersifat demokrasi anak dapat berbuat, berekspresi, beremosi sesuai dengan tingkat perkembangannya, orang tua juga menentukan pengarahan dengan penuh kesadaran bukan paksaan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, dilingkungan keluargalah pertama kali anak mendapat pengaruh sadar. Karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Keluarga sebagai lembaga tidak mempuyai program yang resmi seperti yang dimiliki oleh lembaga pendidikan formal.
Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Masa remaja sejatinya adalah masa yang krusial bagi perkembangan dan pendidikan dalam kehidupan seseorang untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh. Pendidikan yang mereka dapat sangat berpengaruh terhadap perkembangannya terutama dalam keluarga khususnya orang tua sangat berpengaruh terhadap kebehasilan mereka. Keluarga dengan suasana yang menyenangkan mendorong anak untuk belajar. Hal ini akan memungkinkan tercapainya hasil belajar sesuai dengan apa yang diinginkan. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh faktor sekolah, namun juga faktor keluarga. Orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dalam belajar, sehingga dapat tercapai apa yang menjadi tujuan di siswa maupun orang tua itu sendiri. Menurut Ngalim Purwanto (1994:67), “keluarga adalah merupakan pusat atau tempat pendidikan yang pertama dan utama”.
Pendidikan keluarga adalah fundamental atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil- hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik sekolah maupun dalam masyarakat. Keluarga merupakan tempat-tempat lain, pendidikan keluarga mendasar pendidikan selanjutnya, karena orang tua adalah pendidik kodrati yang mendidik siswa dengan penuh kasih sayang.
Adapun karakteristik keluarga yang juga terdapat pada semua keluarga dan juga untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial. Ada empat yaitu:
1)      Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan- ikatan
perkawinan darah atau adopsi.
2)  Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu     atap merupakan susunan satu rumah tangga, atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.
3)  Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan    berkomunikasi yang menciptakan perana-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah, ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan.
    4)  Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang diperoleh  hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang komplek masing-masing keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya. Berbedanya kebudayaan dari setiap keluarga timbul melalui kominikasi anggota-anggota keluarga yang merupakan gabungan dari pola-pola tingkah laku individu.

Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan setiap individu pada dasarnya ada empat, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, kelompok sebaya (peer group), dan masyarakat. Tetapi diantara lingkungan-lingkungan tersebut, yang mempunyai peranan paling besar terhadap perkembangan fisik dan psikis individu adalah lingkungan keluarga.
Hal tersebut hampir senada dengan pendapat Vebrianto (Sadjaah, 2002) yang mengemukakan bahwa “keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat memiliki nuclear family maupun extended family, yang secara nyata mendidik kepribadian seseorang dan mewariskan nilai-nilai budaya melalui interaksi sesame anggota dalam mencapai tujuan”.
Sedangkan F. J. Brown (Syamsu Yusuf, 2000) mengemukakan bahwa “ditinjau dari sudut sosiologis, keluarga dapat diartikan menjadi dua macam, yaitu:
a.       Dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan clan atau marga 
  1. Dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak”.
Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil yang terdapat dalam masyarakat di dunia yang memiliki peranan penting dalam upaya mendidik seorang anak serta memiliki keluarga batih (nuclear family) maupun keluarga luas (extended family) yang ditandai dengan adanya hubungan darah atau satu garis keturunan. Keluarga batih adalah keluarga terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak, sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri atas beberapa keluarga batih.


2.2  Macam-macam Metode Pengasuhan Orang Tua
Pendidikan keluarga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua/secara harfiah mempunyai maksud pola interaksi antara orang tua dan anak. Pola interaksi ini meliputi, bagaimana sikap atau perilaku orangtua saat berhubungan dengan anak. Contoh, bagaimana sikap atau perilaku orang tua dalam menerapkan aturan, mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh/model bagi anaknya.
Anak secara kontinyu  berkembang baik secara fisik maupun secara psikis untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan anak dapat terpenuhi apabila orang tua dalam memberi pengasuhan dapat mengerti, memahami, menerima dan memperlakukan anak  sesuai dengan tingkat perkem/bangan psikis anak, disamping menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan fisiknya. Hubungan orang tua dengan anak ditentukan oleh sikap, perasaan dan keinginan terhadap anaknya. Sikap tersebut diwujudkan dalam pola asuh orang tua di dalam keluarga.
Secara garis besar, pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
1)       Pola Asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini orang tua menerapkan seperangkat peraturan kepada anaknya secara ketat dan sepihak, cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator, menonjolkan wibawa, menghendaki ketaatan mutlak. Anak harus tunduk dan patuh terhadap kemauan orang tua. Apapun yang dilakukan oleh anak ditentukan oleh orang tua. Anak tidak mempunyai pilihan dalam melakukan kegiatan yang ia inginkan, karena semua sudah ditentukan oleh orang tua. Tugas dan kewajiban orang tua tidak sulit, tinggal menentukan apa yang diinginkan dan harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan oleh anak. Selain itu, mereka beranggapan bahwa orang tua harus bertanggungjawab penuh terhadap perilaku anak dan menjadi orang tua yang otoriter merupakan jaminan bahwa anak akan berperilaku baik. Orang tua yakin bahwa perilaku anak dapat diubah sesuai dengan keinginan orang tua dengan cara memaksakan keyakinan, nilai, perilaku dan standar perilaku kepada anak.
Anak yang dibesarkan dalam keluarga otoriter cenderung merasa tertekan, dan penurut. Mereka tidak mampu mengendalikan diri, kurang dapat berpikir, kurang percaya diri, tidak bisa mandiri, kurang kreatif, kurang dewasa dalam perkembangan moral, dan rasa ingin tahunya rendah. Dengan demikian pengasuhan yang otoriter akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak kelak yang pada gilirannya anak sulit mengembangkan potensi yang dimiliki, karena harus mengikuti apa yang dikehendaki orangtua, walau bertentangan dengan keinginan anak. Pola asuh ini juga dapat menyebabkan anak menjadi depresi dan stres karena selalu ditekan dan dipaksa untuk menurut apa kata orangtua, padahal mereka tidak menghendaki. Untuk itu sebaiknya setiap orangtua menghindari penerapan pola asuh otoriter ini.
2)       Pola asuh permisif
Pola asuh ini memperlihatkan bahwa orang tua cenderung memberikan banyak kebebasan kepada anaknya dan kurang memberikan kontrol. Orang tua banyak bersikap membiarkan apa saja yang dilakukan anak. Orangtua bersikap damai dan selalu menyerah pada anak, untuk menghindari konfrontasi. Orang tua kurang memberikan bimbingan dan arahan kepada anak. Anak dibiarkan berbuat sesuka hatinya untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Orang tua tidak peduli apakah anaknya melakukan hal-hal yang positif atau negatif, yang penting hubungan antara anak dengan orang tua baik-baik saja, dalam arti tidak terjadi konflik dan tidak ada masalah antara keduanya.
Pola permisif adalah pola dimana orang tua tidak mau terlibat dan tidak mau pula pusing-pusing memedulikan kehidupan anaknya. Jangan salahkan bila anak menganggap bahwa aspek-aspek lain dalam kehidupan orang tuanya lebih penting daripada keberadaan dirinya. Walaupun tinggal di bawah atap yang sama, bisa jadi orang tua tidak begitu tahu perkembangan anaknya. menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak. Akibatnya, masalah menyerupai lingkaran setan yang tidak pernah putus.
3)      Pola Asuh otoritatif (Authoritative)
Dalam pola asuh ini, orang tua memberi kebebasan yang disertai bimbingan kepada anak. Orang tua banyak memberi masukan-masukan dan arahan terhadap apa yang dilakukan oleh anak. Orang tua bersifat obyektif, perhatian dan kontrol terhadap  erilaku anak. Dalam banyak hal orang tua sering berdialog dan berembuk dengan anak tentang berbagai keputusan. Menjawab pertanyaan amak dengan bijak dan terbuka. Orangtua cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban anak dibanding dirinya. Pola asuh ini menempatkan musyawarah sebagai pilar dalam memecahkan berbagai persoalan anak, mendukung dengan penuh kesadaran, dan berkomunikasi dengan baik.
Pola otoritatif mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh welas asih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif. Anak yang terbiasa dengan pola asuh otoritatif akan membawa dampak menguntungkan. Di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi, baik dengan teman-teman dan orang dewasa. Anak lebih kreatif, komunikasi lancar, tidak rendah diri, dan berjiwa besar.
Penerapan pola otoritatif berdampak positif terhadap perkembangan anak kelak, karena anak senantiasa dilatih untuk mengambil keputusan dan siap menerima segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. Dengan demikian potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal, karena anak melakukan segala aktivitas sesuai dengan kehendak dan potensinya. Sementara orangtua memberikan kontrol dan bimbingan manakala anak melakukan hal-hal negatif yang dapat merusak kepribadian anak. Dalam mengasuh anak, orangtua hendaknya bersikap arif dan bijaksana, tidak ekstrim terhadap salah satu pola asuh yang ada, dalam arti mampu memberi pengasuhan sesuai dengan apa yang sedang dilakukan anak dan apa harapan orangtua.
Jadi orangtua dapat menerapkan ketiga pola asuh tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi. Dengan demikian pengasuhan yang diberikan oleh orangtua lebih mengutamakan kasih sayang, kebersamaan, musyawarah, saling pengertian dan penuh keterbukaan keterbukaan. Jika anak-anak dibesarkan dan diasuh dengan pola asuh yang demokratis, niscaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Seluruh potensi yang dimiliki anak dapat dikembangkan secara optimal. Dengan demikian pada gilirannya nanti anak-anak yang sehat, cerdas, ceria dan berakhlak mulia dapat terwujud. Dampak positif yang akan muncul adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang baik, saling menghargai,  saling menghormati, saling menyayangi, saling mengasihi, masyarakat yang terbuka, berpikiran positif, jujur, dan.mempunyai toleransi yang baik.

2.3  Ciri-ciri Siswa yang Mempunyai Masalah dalam Lingkungan Keluarga
Masalah adalah ketidaksesuian antara harapan dengan kenyataan. Menurut pengertian secara fisiologis, belajar merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku.
Adapun ciri-ciri siswa yang mengalami masalah dalam lingkungan keluarga adalah sebagai berikut :

1.      Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling tampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat orang tua lakukan adalah memahaminya dan sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang. Orangtua hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
2.    Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Hal ini menunjukkan dapat dikatakan figur orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan anak-orangtua..
3.    Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4.    Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5.    Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
6.     Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah.
2.4   Pentingnya Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 20 Malang
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sekolah sebagi pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak adalah dalam keluarganya. Peranan orang tua bagi pendidikan anak menurut Idris dan Jamal (1992), adalah memberikan dasar pendidikan , sikap dan keterampilan dasar seperti, pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan.
1.   Pembinaan karakter anak yang dilakukan oleh keluarga
Secara etimologi pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya, pemimpin, pengelola, membimbing. Oleh kerena itu mengasuh disini adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya dan keberhasilannya dari periode awal hingga dewasa. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja. Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari “aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini.
Berbagai pola asuh orang tua dapat mempengaruhi kreativitas anak antara lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial pendidikan internal dan eksternal. Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar kreatuvitas diri, menunjukan adanya kebutuhan internal yaitu manakala anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiiliki dan mengembangkan dasar-dasar kreativitas diri  
(berdasarkan naluri), berdasarkan nalar dan berdasarkan kata hati.
Dari hasil penelitian bahwa bila orang tua berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio-emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anak untuk belajar sampai ke jenjang paling tinggi, bahkan akan membantu anak ketika ia telah bekerja dan berkeluarga.
     2.   Keluarga sebagai wahana pertama dan utama pendidikan
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, Oleh karena itu para sosiolog yakin, segala macam kebobrokan masyarakat merupakan akibat lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak keluarga merupakan tempat pertama dan iutama bagi pertunbuhan dan perkembangnnya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB, fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta, memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”.
Keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan , pendidikan adan kesejahteraan. Jika keluarga gagal untuk megajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan menguasai kemampuan- kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagoi institusi lain untuk memperbaiki kegagalannya. Karena kagagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang berkarakter buruk atau tidak berkarakter. Oleh karena itu setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.



3.   Pola asuh menentukan keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai- nilai kebijakan pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis, serta norma-norma yang berlaku di masyarakat.agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
4. Kesalahan keluarga dalam mendidik anak mempengaruhi  perkembangan kecerdasan emosi anak
Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak dapat mempengaruhi kecerdasan emosi anak, diantaranya adalah
1.             Orang tua kurang menunjukan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik.
2.              Kurang meluangkan waktu untuk anak.
3.             Orang tua bersikap kasar secara verbal, misalnya, menyindir anak, mengecilkan anak dan berkata kata kasar.
4.             Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit atau memberikan hukuman badan lainnya.
5.             Orang tua terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
6.             Orang tua tidak menanamkan karakter yang baik pada anak. Dampak salah asuh diatas akan menimbulkan anak yang mempunyai kepribadian yang bermasalah atau kecedasan emosi yang rendah, seperti:
1.      Anak menjadi tak acuh, tidak menerima persahabatan, rasa tidak percaya pada orang lain, dan lain-lain
2.      Secara emosionil tidak responsif
3.      Berprilaku agresif
4.      Menjadi minder
5.      Selalu berpandangan negatif
6.      Emosi tidak stabil
7.      Emosional dan intelektual tidak seimbang, dan lain-lain.

2.5              Dampak yang Ditimbulkan dari Lingkungan Keluarga terhadap  Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 20 Malang.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini mungkin. Suasana edukatif yang dimaksud adalah orang tua yang mampu menciptakan pola hidup dan tata pergaulan dalam keluarga dengan baik sejak anak dalam kandungan.  Menunjukkan cara penyelesaian masalah yang tepat, menunjukkan kelebihan si anak, menanamkan nilai spiritual yang benar







2.6         Cara Mengatasi Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi  Belajar Siswa SMP Negeri 20 Malang
2.6.1        Mengatasi lingkungan keluarga yang orang tuanya  bercerai
Berbagai hal mempengaruhi penyesuaian anak, apalagi dalam masa usia tengah, dalam menghadapi perceraian orang tuanya, meliputi kematangan usia, gender, temperamen, dan penyesuaian psikologis serta sosial sebelum perceraian. Anak yang lebih muda akan lebih cemas dalam menghadapi perceraian orang tuanya. Hal ini dikarenakan anak pada masa usia tengah masih kurang memiliki persepi yang jelas tentang penyebab perceraian tersebut. Anak dalam usia sekolah sangat sensitif terhadap tekanan dari orang tua dan konflik loyalitas.
Anak-anak menyesuaikan diri dengan lebih baik apabila orang tua yang mendapatkan hak perwakilan menciptakan lingkungan yang stabil, terstruktur dan tidak mengharapkan anak untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar dari sebelumnya. Masalah emosional atau perilaku dapat terjadi disebabkan karena anak menyaksikan atau merasakan adanya konflik di antara orang tua, baik sebelum atau setelah perceraian, dan dari perpisahan itu sendiri. Apabila orangtua dapat mengontrol kemarahan mereka, bekerja sama dalam mengasuh anak, dan menghindarkan anak dari perselisihan,sang anak, kecil kemungkinannya akan memiliki masalah. Sayangnya ketegangan dari perceraian sering membuat pasangan sulit menjadi orangtua yang efektif.
Sebagian besar anak dari orang tua yang bercerai menyesuaikan diri dengan baik. Walaupun demikian, kecenderun]=gan untuk melakukan hal-hal yang dapat menurunkan prestasi belajarnya seperti drop out dari sekolah dua kali lebih besar dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak bercerai. Mereka juga cenderung menikah pada usia muda, membentuk hubungan yang tidak stabil dan rentan perceraian.karena merasakan perceraian orang tuanya ketika mereka kecil. Beberapa orang dewasa yang masih muda takut membuat komitmen yang berakhir kekecewaan, akan tetapi banyak dari mereka yang menghilangkan rasa takut tersebut dan membentuk hubungan yang kokoh dan saling mengasihi.
Tentu saja semua efek dari perceraian saling berhubungan dan tentunya efek dari perceraian orang tua dapat  menjadi penyebab perilaku anak di kemudian hari. Dukungan dari orang tua yang bercerai terhadap anak sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan anak di melewati masa ini.
2.6.2        Mengatasi lingkungan keluarga tiri
Keluarga tiri sangat berbeda dengan keluarga yang biasa. Keluarga tiri biasanya adalah keluarga besar yang terdiri dari sanak-sanak saudara, dan bisa memiliki hingga empat orang dewasa. Perkembangan anak pada masa usia tengah dengan orangtua tiri mereka biasanya mudah terganggu karena kebiasaan yang telah dimiliki anak dengan keluarga kandungnya.  “Kesetiaan” yang dianut anak terhadap keluarga kandungnya dapat menghambat anak dalam membangun hubungan yang baru dan intim dengan keluarga barunya. Hal ini juga berlaku kepada anak yang memiliki saudara tiri, hasil pernikahan setelah kedua orang tuanya bercerai. Biasanya sang anak akan lebih menyayangkan orang tua mereka yang menikah kembali setelah perceraian atau salah satu orang tua yang meninggal. Mereka akan sulit menerima keluarga dan orang-orang “baru” di keluarga mereka. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa, orang tua yang menikah kembali cenderung untuk tidak memberlakukan pengawasan dan kedisiplinan yang ketat, dibandingkan dengan orang tua tunggal. Mereka yang diasuh oleh keluarga tiri juga cenderung tidak perlakukan sebaik mereka dari keluarga yang lengkap secara emosional,sosial dan psikologis.
Hal ini sebenarnya sangat tidak disarankan karena semakin banyak orang baru di kehidupan sang anak, sang anak semakin membutuhkan perhatian dari orang tua mereka, Perkembangan dan perilaku anak dalam lingkungan sosial anak sangat dipengaruhi oleh kebijakan orang tua dalam membagi waktu, memberi perhatian, dan menjelaskan kepada anak bagaimana struktur keluarga barunya saat ini.
2.7       Peranan Lingkungan Keluarga untuk Meningkatkan Prestasi Belajar    Siswa SMP Negeri 20 Malang
 Di era globalisasi saat ini, seluruh bidang kehidupan dihadapkan pada semakin banyaknya tantangan dan tuntutan yang harus dipenuhi, disamping banyaknya kesempatan dan harapan yang menjanjikan. Tidak setiap individu dapat berjalan dan berhasil dengan baik dalam berbagai macam tantangan dan kesempatan itu. Bahkan banyak diantaranya yang mengalami hambatan, kesulitan atau tidak berhasil sama sekali.
Begitu pula yang terjadi pada siswa disekolah, siswa dihadapkan pada berbagai tantangan dan hambatan yang membuat siswa mengalami kesulitan dan tidak berhasil mencapai prestasi yang diharapkan baik oleh dirinya sendiri, orang tua maupun pihak sekolah.
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, peranan orang tua dalam keluarga sangat menentukan, mengingat sebagian besar waktu dalam keseharian anak adalah bersama keluarga. Lingkungan keluarga merupakan dunia yang pertama sekali dikenal oleh anak. Kemudian setelah itu anak mulai mengenal lingkungan teman sebaya . Yang mana keadaan/ situasinya sangat jauh berbeda. Dalam lingkungan keluarga seorang anak diperlakukan bak seorang raja, dimanja, disayang dan sebagainya. Sedangkan pada lingkungan teman sebaya dan masyarakat tentunya tidaklah seperti itu.
Kiranya tidaklah berlebihan jika penulis mengatakan bahwa peranan keluarga  dalam hal ini orang tua sangatlah besar dalam mendidik anak terutama dalam upaya meningkatkan prestasi belajarnya. Sehinggga orang tua dituntut untuk dapat menciptakan suasana rumah yang nyaman, harmonis, dan terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan anak-anaknya.
Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar anak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anaknya sehingga dapat mencapai prestasi yang membanggakan, sebagai berikut :
1.    Menjadi teladan bagi anak
Orang tua hendaknya selalu menunjuikkan contoh perilaku dan kepribadian yang terpuji/bernilai luhur serta disiplin. Dengan cara itu diharapkan anak dapat belajar dari apa yang dilihat, dialami dan dihayati dalam kehidupannya sehari-hari di keluarganya.
2.    Prestasi Belajar
Setiap orang tua pasti menghendaki anaknya belajar dengan tekun dan bersungguh-sungguh sehingga dapat memperoleh prestasi yang baik disekolah. Hal ini bisa dicapai jika orang tua memberi perhatian yang cukup terhadap anak-1anaknya. Kebiasaan belajar yang baik dan disiplin diri harus dimiliki anak, selain itu kebutuhan untuk berprestasi tinggi dan berdaya saing tinggi harus selalu ditanamkan pada diri anak sedini mungkin. Jika hal ini telah dilakukan maka keberhasilan anak lebih mudah untuk dicapai.
3.    Kegemaran membaca
Dalam upaya membina kegemaran membaca pada anak, maka hendaknya orang tua terlebih dahulu harus dapat menunjukkan kegemaran seperti itu. Orang tua juga perlu memberikan pemahaman kepada anak tentang pentingnya membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya dimasa depan. Orang tua perlu mendiskusikan tentang apa yang dipelajari (dibaca) oleh anak, hal ini akan menambah keasyikan anak dalam membaca. Dengan demikian secara tidak langsung orang tua telah membina anaknya untuk berprestasi.
4.    Kegemaran (Hobi)
Jika seorang anak memiliki kegemaran/hobi, orang tua perlu membantu dan mendukung mereka melaksanakan hobinya tersebut, sehingga benar-benar berkembang. Berdasarkan berbagai literatur disebutkan bahwa perkembangan kegemaran/hobi anak berhubungan sangat signifikan terhadap kemajuan prestasi anak disekolah, tetapi tidak sertamerta sebagai orang tua lepas tangan dalam membina anak. Orang tua perlu selalu mendampingi kemajuan anak dalam mengembangkan kegemarannya itu sehingga dapat berjalan beriringan dengan kemajuan prestasi belajarnya di sekolah.
5.    Makan Bersama
Momen makan bersama hendaknya dijadikan suatu momen yang sangat tepat dalam mengembangkan komunikasi dalam keluarga, makan bersama hendaknya dijadikan sebagai peristiwa dan kebiasaan yang menyenangkan bagi anak dan keluarga. Buat orang tua makan bersama merupakan suatu kesempatan untuk mendengarkan keadaan anak mereka, anak dan orang tua dapat saling berbagi pengalaman dan pengetahuan. Dengan cara iini hubungan anak dengan orang tua lebih terbuka, dalam arti bahwa suka duka anak adalah suka duka orang tua juga.
6.    Pendidikan Agama
Pendidikan agama merupakan pendidikan yang pertama dan utama yang diberikan orang tua kepada anak. Pendidikan agama ini diupayakan agar anak bukan hanya mengetahui tetapi ia dapat memahami dan menghayati ajaran-ajaran agamanya serta dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini maka keinginan untuk hidup aman, tenteram dan damai akan lebih mudah terwujud, yang pada akhirnya membuat anak dapat berprestasi baik dalam bidang agamanya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya.
7.    Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa yang sulit bagi seorang anak. Bukan hanya karena terjadinya perubahan fisik yang membuat anak menjadi resah tetapi perubahan status dari kanak-kanak menjadi seorang dewasa ini membuat anak menjadi was-was. Sehingga biasanya anak lebih cenderung untuk hidup berkelompok (membentuk Geng) dan ingin hidup dalam kebebasan dalam upaya mencari identitas diri. Tidak sedikit anak yang salah langkah lalu terjerumus dalam pergaulan yang tak sehat. Pada masa ini peran orang tua sangat dibutuhkan, orang tua perlu memberikan perhatian ekstra kepada anak. Tetapi bukan berarti anak harus dikekang dengan berbagai aturan yang menyulitkan anak, disini orang tua perlu mengawasi dan selalu membuka ruang komunikasi dengan anak sehingga pergaulan dan aktivitas anak diluar rumah tetap terpantau.
8.    Sikap Positif terhadap Kerja
Selaku pendidik yang baik, orang tua perlu membina anak untuk mencintai serta bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Dengan demikian mereka harus menekuni dan menemukan kesenangan serta kepuasan dan kemampuannya untuki melaksanakan tugas dengan baik. Orang tua perlu membina dan mendidik anak agar rela dan dengan kesadarannya sendiri untuk giat belajar, tanpa perlua ada paksaan dari pihak lain.
Jadi jelaslah bahwa suasana rumah yang harmonis yang didalamnya ada perhatian, pengakuan, pengertian, penghargaan, kasihsayang, saling percaya dan adanya waktu yang cukup untuk bersama, tentu anak akan berusaha agar hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dididik dan dibinakan oleh orang tua.
Biasanya suasana keluarga yang tenang dan bahagia merupakan suasana yang subur bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritualnya anaknya. Sebaliknya, suasana keluarga yang tidak harmonis, tidak ada kehangatan dan pengertian, membuat suasana keluarga menjadi gersang yang pada gilirannya akan menghambat dan mengganggu terciptanya prestasi belajar anak. Kiranya lewat butir-butir diatas dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi para pembaca dan bagi penulis tentunya.



2.8  Hasil Angket “Pengaruh Lingkungan Keluarga terhadap Prestasi Belajar  Siswa SMP Negeri 20 Malang”.
Berdasarkan soal angket nomor 1, yang menjawab ya sebanyak 74 %, tidak sebanyak 16 %, dan ragu-ragu sebanyak 10 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa kedekatan siswa dengan orang tua dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 2, yang menjawab ya sebanyak 69 %, tidak sebanyak 16 %, dan ragu-ragu sebanyak 15 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa konflik yang terjadi dalam keluarga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 3, yang menjawab ya sebanyak 67 %, tidak sebanyak 14 %, dan ragu-ragu sebanyak 19 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa orang tua sering melakukan pengawasan terhadap belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 4, yang menjawab ya sebanyak 48 %, tidak sebanyak 25 %, dan ragu-ragu sebanyak 27 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa orang tua memberi sanksi apabila prestasi  siswa SMP Negeri 20 Malang menurun.
Berdasarkan soal angket nomor 5, yang menjawab ya sebanyak 74%, tidak sebanyak 12 %, dan ragu-ragu sebanyak 14 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa sudah didukung dengan lingkungan keluarga siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 6, yang menjawab ya sebanyak 77 %, tidak sebanyak 8 %, dan ragu-ragu sebanyak 15 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang sudah didukung dengan lingkungan keluarga.
Berdasarkan soal angket nomor 7, yang menjawab ya sebanyak 52 %, tidak sebanyak 17 %, dan ragu-ragu sebanyak 31 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa waktu luang yang diberikan orang tua  dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 8, yang menjawab ya sebanyak 50 %, tidak sebanyak 12 %, dan ragu-ragu sebanyak 38 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa tindakan orang tua yang otoriter bisa mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 9, yang menjawab ya sebanyak 90 %, tidak sebanyak 2 %, dan ragu-ragu sebanyak 8 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa lingkungan keluarga yang aman dan nyaman dapat menunjang prestasi belajar anda siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 10, yang menjawab ya sebanyak 69 %, tidak sebanyak 9 %, dan ragu-ragu sebanyak 22 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa keterbukaan orang tua terhadap anak dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 11, yang menjawab ya sebanyak 84 %, tidak sebanyak 7 %, dan ragu-ragu sebanyak 9 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar dari orang tua selalu memperingatkan siswa SMP Negeri 20 Malang untuk belajar.
Berdasarkan soal angket nomor 12, yang menjawab ya sebanyak 61 %, tidak sebanyak 8 %, dan ragu-ragu sebanyak 31 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang meningkat ketika lingkungan keluarganya tidak bermasalah.
Berdasarkan soal angket nomor 13, yang menjawab ya sebanyak 46 %, tidak sebanyak 15 %, dan ragu-ragu sebanyak 39 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang menurun ketika lingkungan keluarga Anda kurang baik.
Berdasarkan soal angket nomor 14, yang menjawab ya sebanyak 65 %, tidak sebanyak 21 %, dan ragu-ragu sebanyak 14 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar di lingkungan keluarga siswa SMP Negeri 20 Malang pernah terjadi pertengkaran atau konflik.
Berdasarkan soal angket nomor 15, yang menjawab ya sebanyak 61 %, tidak sebanyak 14 %, dan ragu-ragu sebanyak 25 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa pertengkaran atau konflik yang terjadi di keluarga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 16, yang menjawab ya sebanyak 79 %, tidak sebanyak 8 %, dan ragu-ragu sebanyak 13 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar orang tua siswa sudah memotivasi siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 17, yang menjawab ya sebanyak 50 %, tidak sebanyak 18 %, dan ragu-ragu sebanyak 32 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMP Negeri 20 Malang selalu belajar tanpa diingatkan orang tuanya.
Berdasarkan soal angket nomor 18, yang menjawab ya sebanyak 68 %, tidak sebanyak 4 %, dan ragu-ragu sebanyak 28 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan yang terjalin dalam suatu keluarga dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 19, yang menjawab ya sebanyak 78 %, tidak sebanyak 9 %, dan ragu-ragu sebanyak 13 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa pola asuh oran dapat berpengaruh terhadap prestasi siswa SMP Negeri 20 Malang.
Berdasarkan soal angket nomor 20, yang menjawab ya sebanyak 89 %, tidak sebanyak 5 %, dan ragu-ragu sebanyak 6 %. Sehingga dari jawaban tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar orang tua siswa selalu mendukung supaya mendapatkan prestasi yang baik.

1 komentar:

  1. yang wajib mendidik anak adalah orang tua. Karena orang tua tidak mampu untuk mendidik anak secara utuh, lalu diserahkan sebagian tanggung jawabnya kepada guru, atau pesantren. Akan tetapi bukanberarti rang tua lepas tanggung jawab dari itu semua. Kewajiban mendo'akan, dan selalu menyambungkan pikiran untuk anak harus sealudilakukan.

    BalasHapus